Minggu, 21 September 2008

Senin, 15 September 2008

Pledoi

BEBASKAN

Kepada Yang Mulia Bapak Hakim, Tim Pengacara Tali Geni dan Ibu Jaksa Penuntut Umum serta Keluarga, Kakak-kakak mahasiswa dan Rekan-Rekan Sekalian yang saya cintai….

Salam Sejahtera,

Hidup Rakyat!!!

Sebelumnya Saya ingin menyampaikan bahwa segala hal yang berkaitan dengan dakwaan maupun pembelaan saya secara hukum akan disampaikan oleh tim pengacara saya. Namun dalam kesempatan ini saya bermaksud untuk menyampaikan suara hati saya berkaitan dengan rangkaian peristiwa yang kemudian mendudukkan saya, Andre Fernandes Richard Funky, di kursi ini.

Yang Mulia Bapak Hakim,
dalam pemahaman Saya yang hanyalah seorang pelajar dari ujung timur Indonesia, Merauke, sebuah sidang pengadilan adalah tempat dimana kita semua, seluruh warga Negara Indonesia, tanpa terkecuali akan mendapatkan haknya untuk meminta keadilan dan kebenaran. Bahwa lembaga yang terhormat ini akan menjadi tonggak terakhir atas tegaknya prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran tersebut. Prinsip yang di junjung tinggi oleh Negara kita yang menjadikan hukum sebagai dasar dan landasan. Prinsip yang kemudian menjadi harapan terakhir bagi Saya dan jutaan orang-orang yang saat ini harus duduk di kursi yang sama dengan saya.
Doa Saya, semoga Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang terhormat ini bisa menjadi benteng bagi setiap orang yang percaya pada keadilan dan kebenaran tersebut.

Sidang yang terhormat, Bapak Hakim, Tim Pengacara, keluarga saya tercinta serta kakak-kakak mahasiswa dan rekan-rekan sekalian seperjuangan.
Selama menghuni sel rutan pondok bambu yang dingin dan sempit, pikiran saya coba untuk mengingat dan merenungkan seluruh proses yang terjadi dan menyeret saya ke tempat tersebut hingga saat ini. Dalam hati kecil saya masih belum menerima dan sama sekali tidak mengerti kenapa kemudian saya harus dipukuli dan dipaksa untuk mengakui bahwa apa yang dilakukan oleh banyak orang, bahkan oleh orang-orang yang lebih dewasa dari saya saat itu yang datang ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat untuk menolak kenaikan harga BBM adalah sebuah kesalahan sekaligus kejahatan.

Bapak Hakim,
Saya yang cuma seorang anak kecil saja tahu betapa getirnya dampak kenaikan BBM tersebut terhadap kehidupan keluarga Saya di Papua sana, mulai dari Ibu saya yang harus mengantre hampir seharian untuk mendapatkan minyak tanah, dan itupun harganya terus melambung tinggi berkali-kali lipat, hingga Ayah saya yang harus bekerja keras banting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang terus bertambah seiring naiknya harga-harga. Di Papua, tempat saya tinggal, semua kemudahan dan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah hanyalah barang mewah yang menjadi impian belaka. Jika 1 liter Minyak Tanah ditetapkan 2000 Rupiah oleh pemerintah, maka kami orang Papua harus membelinya seharga 3 sampai 5 kali lipat dari harga sebenarnya. Itupun jika ada barangnya, itupun masih harus mengantre berjam-jam bahkan hingga seharian. Akhirnya dampak dari itu semua adalah ketidakmampuan keluarga untuk meneruskan pendidikan saya disana, dan mengirimkan saya ke Jakarta ini agar dapat melanjutkan pendidikan dengan bantuan keluarga disini.

Yang Mulia Bapak Hakim, serta Sidang Sekalian Yang Terhormat,
Saya yakin dan saya percaya apa yang dirasakan oleh keluarga saya itu, juga dirasakan oleh keluarga lainnya yang ada diseluruh Indonesia ini. Kesulitan yang Saya rasakan saat ini juga dirasakan oleh jutaan anak negeri lainnya bahkan mungkin harus putus sekolah atau tidak pernah bisa merasakan pendidikan sama sekali karena kesulitan ekonomi, karena biaya pendidikan yang mahal, atau karena orang tuanya tidak pernah bisa mencari uang dengan cukup disebabkan hampir setiap tahun disaat penghasilan naik maka harga barang juga naik mengikuti harga BBM yang terus naik. Mungkin itu tidak masalah bagi para anggota Dewan atau menteri atau pejabat tinggi, yang mulai dari mobil hingga rumahnya bahkan bensin dan minyak tanahnya, dengar-dengar, di biayai Negara. Tapi itu pasti berdampak buruk bagi orang-orang kecil yang penghasilannya pas-pasan, atau pegawai rendahan dipemerintahan setingkat prajurit polisi ataupun guru sekolahan.

Sidang yang terhormat,
Menjadi masuk akal bagi saya saat meyaksikan kekecewaan banyak orang termasuk kakak-kakak mahasiswa yang kemudian ditumpahkan dengan mengadu berbondong-bondong dan bersama-sama ke gedung dewan untuk mengadukan nasibnya, meminta agar diperhatikan nasibnya dan diperjuangkan kehidupannya. Dalam pandangan saya tuntutan agar harga BBM harus diturunkan adalah sebuah tuntutan yang benar adanya, bukan tuntutan yang mengada-ada apalagi harus dianggap sebagai sebuah kesalahan.

Sidang yang terhormat,
Jika hal tersebut harus dihadapi oleh Negara dengan kekerasan dan penangkapan-penangkapan apalagi dengan penabrakan Mahasiswa oleh mobil aparat keamanan, maka saya menjadi tidak mengerti bahkan menimbulkan trauma baru bagi saya bahwa aparat Negara maupun aparat kepolisian adalah orang-orang yang tidak setuju BBM diturunkan, orang-orang yang mengartikan bahwa senjata dan kekerasan adalah cara untuk menjawab unjuk rasa dan pengaduan masyarakat yang tidak setuju terhadap kebijakan Negara.

Yang Mulia Bapak Hakim, Tim Pengacara, Ibu Jaksa dan Keluarga Saya tercinta, Saya memang masih muda, bahkan terlalu muda untuk membuat sebuah keputusan sendiri baik secara hukum maupun secara politik dalam pemilu, umur saya belum lagi cukup. Namun dalam usia saya yang muda ini, mata saya sedang dibukakan, pikiran saya sedang dicerahkan oleh sebuah kenyataan pahit baru yang saya alami sendiri, bahwa Negara bisa memaksakan kehendaknya, bahwa kekuasaan itu bisa jadi sewenang-wenang jika tidak diberikan pada orang-orang yang benar, pada orang-orang yang adil serta pada orang-orang yang menjunjung tinggi demokrasi. Bahwa kesusahan orang-orang kecil bukanlah kesusahan semua orang dan harus ditanggung sendiri, namun keinginan orang-orang besar, para penguasa, adalah keinginan yang harus dipenuhi oleh semua orang, tanpa kecuali harus dilaksanakan. Keadilan yang hakiki dimana hak setiap orang untuk dapat menyuarakan pendapat dan diperlakukan sama mungkin tidak lagi berlaku di negeri ini.



Yang Mulia Bapak Hakim,
Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini menjadi tiang terakhir harapan saya, bahwa ada yang masih bisa diharapkan dari Negara ini, keadilan dan kebenaran sejati masih bisa ditegakkan. Bahwa hukum masih dijunjung tinggi di Indonesia dimana tidak ada kekuatan ataupun kekuasaan apapun baik secara Politik maupun individu yang bisa memaksakan kehendaknya di Persidangan yang terhormat ini. Saya, Andre Fernandes Richard Funky, pelajar dari Ujung Timur Indonesia, Papua, sangat berharap akan hal tersebut.

Buat Keluarga Saya Tercinta,
Saya ucapkan maaf sekaligus terimakasih yang sebesar-besarnya atas dukungan moril maupun materiil yang diberikan hingga saat ini, Jikapun saat ini Saya harus dianggap melakukan sebuah kesalahan fatal dan disejajarkan dengan para pemakai narkoba, pemerkosa dan pencuri, maka yakin dan percayalah !, saya bukan pemakai narkoba, pemerkosa ataupun pencuri atau pelaku tindak kriminal yang brutal, saya hanyalah seorang pelajar yang ingin agar orang tua saya tidak harus mengalami kesusahan yang berlarut-larut. Perayalah hukum akan menegakkan kebenaran dan keadilan tersebut, namun jika tidak, sebagai orang beragama maka kita sama percaya dan yakini masih ada Hukum Tuhan yang akan memberikan keadilan dan kebenaran tersebut di akhirat nanti.

Yang Mulia Bapak Hakim, Tim Pengacara TALI GENI, Ibu Jaksa dan Keluarga tercinta,
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga dapat menjadi pertimbangan dan perhatian dari Sidang yang terhormat. Semoga saja di bulan yang suci bagi umat muslim ini, Tuhan memberikan Kuasa-Nya dan Cahaya-Nya kepada Kita semua.

Salam Sejahtera…




Eksepsi Andre Fernandes Richard Funky
Dibacakan dalam sidang tertutup di PN Jakarta Selatan
Hari Senin, 15 September 2008